Kekuatan Kecerdasan Spiritual dalam Syair-Syair Perempuan Gila - Fatshaf Moonlight

Kekuatan Kecerdasan Spiritual dalam Syair-Syair Perempuan Gila

Mungkin saja orang yang merasa sehat mental tidak lebih terganggu jiwanya dibanding mereka yang distigma gangguan jiwa atau mental oleh masyarakat

        Pertama-tama, Fatshaf Moonlight mohon maaf atas penggunaan diksi "gila", pada judul artikel, tidak seharusnya digunakan, karena dapat menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan mental. Namun untuk mempersingkat judul sehingga diksi "gila" digunakan. Selain itu syair-syair Perempuan (gila) khususnya syair dari Rihanah dan Hayyunah dalam artikel ini dikutip dari Kitab Kebijaksanaan Orang-orang Gila Karya Abu Al Qasim An-Naisaburi yang sangat terkenal pada masanya.

        Sebagai gantinya, pada uraian dalam artikel ini akan menggunakan menggunakan istilah "OPKJ" atau orang dengan pengalaman kesehatan jiwa, bukan ODGJ. Mungkin saja orang orang yang merasa sehat mental tidak lebih terganggu jiwanya dibanding mereka yang distigma gangguan jiwaatau mental oleh masyarakat maupun oleh hasil diagnosis para praktisi kesehatan berlisensi.

kecerdasan spiritual dalam syair perempuan gila

Syair-Syair Rihanah dari Abbaliyah dan Kecerdasan Spiritualnya

Abbaliyah adalah sebutan untuk pemukim wilayah Abali (Persia) yaitu sebuah kota di Distrik Rudehen, Kabupaten Damavand, Provinsi Teheran, Iran.

Kesadaran Tinggi tentang Pentingnya Persiapan Menghadapi Kehidupan Setelah Kematian

Ketika Ibrahim ibn Adham mengatakan sesuatu tentang akhirat, Rihanah bersyair :

"Orang yang akan melalui hari yang menggelisahkan.
Pun tidur di malam malam setelah habisnya dunia
Bagaimana dia bisa menikmati hidup dunia
yang tak baik baginya
Bagaimana matanya merasa nikmat kala terpejam"

        Syair Rihanah di atas menggambarkan kecerdasan spiritualnya yang memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya persiapan untuk menghadapi kehidupan setelah kematian atau akhirat. Rihanah menyatakan bahwa orang yang akan menghadapi hari kiamat yang penuh kegelisahan, bahkan dalam tidurnya di malam hari setelah dunia lenyap, tidak akan merasakan kenikmatan hidup dunia yang sebenarnya tidak baik baginya

        Dengan demikian, Rihanah menyadarkan kita bahwa hidup ini tidak hanya tentang mengejar kesenangan duniawi semata, tetapi juga harus mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian. Kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh Rihanah tersebut memungkinkan ia untuk memandang hidup dari perspektif yang lebih luas dan bermakna, sehingga ia dapat menghindari godaan-godaan duniawi yang hanya akan membawa kesia-siaan di akhirat.

Kemampuan Mengendalikan Emosi dan Nafsu

Abdul Wahab ibn Ali mendengar Rihanah bersyair :

"Saya bersabar menghadapi nikmat hingga ia berpaling
Kutetapkan diriku bersabar menghadapinya
namun dia terus menggoda.
Setiap hari nafsuku bersikap mulia.
Ketika tekadku melihat kehinaan, ia menjadi hina
Nafsu itu tergantung dari bagaimana menyikapinya.
Jika nafsu tamak, maka akan berat.
Jika tidak, maka hidup akan ringan saja."

        Syair di atas menggambarkan bahwa kecerdasan Rihanah  tidak hanya terbatas pada kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosional tinggi dalam mengendalikan nafsu dan emosi. Ia mampu mengendalikan nafsunya dengan sabar dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Rihanah menyadari bahwa keinginan yang berlebihan dan tamak hanya akan membawa beban yang berat dalam hidupnya. Itu sebabnya Rihanah memilih untuk menjaga kesucian hatinya dan tetap bersikap mulia dalam menghadapi godaan dari nafsunya sendiri.

        Dalam syair tersebut, Rihanah menampakkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosinya dan tetap tenang dalam menghadapi godaan. Ia tidak mudah terprovokasi oleh keinginan dan godaan yang datang, sehingga ia mampu menjaga ketenangan batinnya.

Kabahagiaan Sejati Tidak Terletak pada Kekayaan dan Kekuasaan

Sya'wanah membicarakan masalah duniawi didepan Rihanah, lalu Rihanah berkomentar melalui syairnya :

"Perindu dunia tidak akan selamt dari kehinaan.
Tak ada orang yang keluar darinya tanpa kedengkian.
Berapa banyak raja yang rumahnya dikosongkan oleh kematian?
Lalu dikeluarkan dari naungan Dzat yang menguasai naungan"

        Syair tersebut menggambarkan bagaimana Rihanah memiliki kecerdasan intelektual dan sangat memahami bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara dan tidak dapat dijadikan tujuan akhir. Seseorang yang terobsesi dengan kehidupan dunia akan terjebak dalam siklus kehinaan dan kedengkian. Kehinaan dapat terjadi ketika seseorang merasa rendah diri dan tidak mampu mencapai apa yang diinginkannya, sedangkan kedengkian terjadi ketika seseorang merasa lebih baik daripada orang lain dan bersikap sombong.

        Rihanah memahami bahwa kekayaan dan kekuasaan di dunia ini tidak abadi. Bahkan, meskipun seseorang memiliki kekayaan dan kekuasaan, pada akhirnya mereka akan meninggalkan semuanya ketika kematian tiba. 

        Selain itu Rihanah menunjukkan kecerdasan emosionalnya dengan memahami bahwa kehidupan ini diatur oleh Dzat yang menguasai naungan, yaitu Allah SWT. Pemahaman ini yang membuat Rihanah memandang kehidupan dunia ini tidak dapat dijadikan tujuan akhir, sebaiknya orang-orang lebih fokus pada kehidupan yang bermakna dan penuh dengan kebajikan, sehingga mereka akan meninggalkan warisan yang baik bagi generasi berikutnya.

        Rihanah berhasil menampilkan kecerdasan intelektual dan emosionalnya melalui pemahaman bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta dan kekuasaan, melainkan pada kehidupan yang bermakna dan penuh dengan kebajikan.

Memahami Makna Kebahagiaan Sejati

Sahal ibn Abdillah mengakui tentang kebaikan Rihanah, lalu mengatakan salah satu syair Rihanah :

"Dari kelembutan tekad,
ia memiliki pemahaman membahagiakan,
yang menghancurkan tirai-tirai dan masuk tanpa penutup.
Jika ia selamat dari rasa takut berpisah dari yang akrab dengannya,
Ia mencintai kekasih yang mencari keakraban dari jarak dekat
Tuhan rela kepadanya dan dia rela juga terhadap Tuhan
Dengan kerelaan itu, ia tergiring dan menempati tempat
lapang dari Yang Dikasihi"

        Syair tersebut menggambarkan bahwa Rihanah memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan mampu memahami makna kebahagiaan sejati. Ia memiliki tekad yang lembut, artinya ia memiliki kekuatan dalam menghadapi rintangan tanpa harus bersikap keras dan kasar

        Rihanah memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya ditemukan melalui hubungan yang akrab dan dekat, tetapi juga melalui rasa cinta dan keakraban yang dapat dirasakan dari jarak jauh. Ia tidak takut untuk berpisah dari orang yang dicintainya, karena ia memahami bahwa cinta sejati akan tetap terjalin meskipun dalam jarak jauh.

        Rihanah memperlihatkan bahwa ia memiliki hubungan erat dengan Tuhan. Ia rela terhadap Tuhan dan Tuhan juga rela kepadanya, sehingga ia merasa aman dan nyaman dalam mencari kebahagiaan sejati. Dengan kecerdasan emosionalnya, Rihanah mampu menempatkan dirinya pada tempat lapang dan terbuka untuk menerima kasih dari Yang Dikasihi, yaitu Tuhan. 

        Kesimpulannya, syair tersebut menggambarkan bahwa kecerdasan Rihanah tidak hanya terbatas pada kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosional yang tinggi dalam memahami makna kebahagiaan sejati, hubungan yang erat dengan Tuhan, dan kemampuan untuk menjaga kedamaian batin.

syair rihanah

Pemahaman Mendalam Tentang Cinta dan Keikhlasan

Shalih al Marri melihat tulisan syair dibalik jubah Rihanah :

"Engkau Dzat yang kusenangi, harapanku dan bahagiaku
Hati telah menolak mencintai selainMu.
Duhai kemuliaanku, semangatku dan tujuanku.
Telah lama kutanggung rindu, kapan berjumpa denganMu?
Aku meminta surga bukan karena nikmatnya.
Aku menginginkannya hanya untuk melihat-Mu.

        Syair pada jubah Rihanah menggambarkan bahwa Rihanah memiliki pemahaman mendalam tentang cinta dan keikhlasan. Ia mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dan tidak tertarik pada hal-hal duniawi selain Tuhan. 

        Selain itu, Rihanah juga menunjukkan kecerdasan emosionalnya dalam mengungkapkan rasa rindunya kepada Tuhan. Ia merindukan kehadiran Tuhan dan mengungkapkan bahwa ia tidak mencari surga karena nikmatnya, tetapi hanya untuk melihat Tuhan. Rihanah mengekspresikan rasa cintanya dengan cara tulus dan ikhlas.

        Kesimpulannya, syair pada jubah Rihanah tersebut menggambarkan kecerdasan emosional yang tinggi dalam memahami makna cinta dan keikhlasan kepada Tuhan. Ia mampu mengekspresikan rasa cintanya dengan cara tulus dan ikhlas, sehingga ia mampu menempatkan dirinya dalam tempat lapang dan terbuka untuk menerima kasih dari Yang Dikasihi, yaitu Tuhan.

Memahami Makna Cinta dan Kesetiaan

Pada jubah Rihanah bagian depan tercatat syair :

"Pencinta cukup mengetahui kekasihnya.
Pencinta mengetuk pintu kekasihnya.
Apabila kekasihnya retak, maka hati dalam gelap,
terluka oleh panah siksaan cinta"

        Syair pada jubah bagian depan tersebut menggambarkan kecerdasan emosional Rihanah dalam memahami makna cinta dan kesetiaan. Rihanah memahami bahwa seorang pencinta hanya perlu mengetahui kekasihnya dan mengetuk pintunya. Dalam hal ini, kecerdasan emosional Rihanah terletak pada kemampuannya untuk menunjukkan kesederhanaan dalam mendekati kekasihnya.

        Namun, Rihanah juga menyadari bahwa cinta bisa menyakitkan dan menyebabkan luka yang dalam. Apabila kekasihnya retak atau mengalami penderitaan, hati pencinta juga akan terluka dan merasakan rasa sakit yang sama. Kecerdasan emosional Rihanah terletak pada kemampuannya untuk memahami bahwa cinta tidak selalu menyenangkan, dan ia mampu menghadapi rasa sakit yang mungkin terjadi dalam sebuah hubungan.

        Kesimpulannya, syair pada jubah bagian depan tersebut menggambarkan kecerdasan emosional Rihanah dalam memahami makna cinta dan kesetiaan. Ia mampu menunjukkan kesederhanaan dan ketulusan dalam mendekati kekasihnya, tetapi juga mampu memahami bahwa cinta bisa menyakitkan dan merasakan rasa sakit yang sama dengan kekasihnya.

Memahami Makna Kasih dan Pengampunan Tuhan serta Rasa Syukur

Pada lengan kanan Rihanah ada syair bertuliskan :

"Demi kekuasaan-Mu, jangan hukum aku!
Aku mengamankan kemenangan tempat terbaik,
bermunajat dan berhias sebab-sebab menuju tempat tinggal
ternikmat.
Engkau tetangga orang-orang baik di sana.
Andai tanpa-Mu takkan indah perziarahan".

        Syair pada lengan kanan Rihanah tersebut menggambarkan kecerdasan emosionalnya dalam memahami makna kasih dan pengampunan dari Tuhan. Rihanah menyadari bahwa ia tidak sempurna dan mungkin melakukan kesalahan yang membuatnya tidak layak untuk menerima kasih dan pengampunan Tuhan. Rihanahpun memohon kepada Tuhan untuk tidak menghukumnya karena kesalahan yang dilakukan.

        Namun, Rihanah juga menunjukkan kecerdasan emosionalnya dalam mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaannya atas kemenangan yang diperoleh dalam mencapai tempat terbaik. Ia merasa bersyukur dan merasa indah dalam melakukan perziarahan karena Tuhan selalu bersama dengannya.

        Rihanah juga menyadari bahwa Tuhan adalah tetangga bagi orang-orang baik yang berada di tempat yang indah. Dengan demikian, Rihanah terlihat cerdas secara emosional dalam memahami bahwa Tuhan selalu bersama dengan orang-orang baik dan memberikan kebahagiaan bagi mereka.

        Kesimpulannya, syair pada lengan kanan Rihanah tersebut menggambarkan kecerdasan emosionalnya dalam memahami makna kasih dan pengampunan dari Tuhan, rasa syukur dan kebahagiaan atas kemenangan yang diperoleh, serta kesadaran bahwa Tuhan selalu bersama dengan orang-orang baik dan memberikan kebahagiaan bagi mereka.

Jujur pada Perasaan Sedih dan Mengakui Kelemahan

Pada Lengan kiri Rihanah tercatat syair :

"Tulang-tulangku meruncing dan rinduku melemahkan kekuatanku
Kesedihanku menetap, maka penuh gelisah tidurku"

        Dalam syair ini, Rihanah mengungkapkan rasa sakit dan kelemahan yang dirasakannya. "Tulang-tulangku meruncing" dapat diartikan sebagai rasa sakit atau kelelahan fisik yang dirasakan Rihanah, sementara "rinduku melemahkan kekuatanku" menunjukkan bahwa kelemahan tersebut juga berasal dari rasa sedih terus menerus yang dirasakan Rihanah.

        Rihanah mengatakan bahwa kesedihannya "menetap" dan membuatnya "penuh gelisah tidurku". Rihanah mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari rasa sedihnya lalu mempengaruhi kualitas tidurnya.

        Menilik rangkaian kalimat syair tersebut, Rihanah menunjukkan kecerdasan emosional dengan menggambarkan secara detail dan jujur perasaan sedih dan kelemahan yang dirasakannya. Dalam melukiskan perasaannya, Rihanah menunjukkan keberanian untuk mengakui kelemahannya dan mencari cara untuk mengatasinya

Ekspresi Tegas tentang Nilai-nilai Sosial dan Moral dalam Hubungan antar Manusia

Ketika Abdullah ibn Sahal melamar Rihanah, dijawabnya lamaran itu dengan syair :

"Wahai orang yang melamar orang gila untuk dirinya sendiri!
Apa jawabanmu bila engkau berhenti dalam kehinaan?"

        Kalimat pertama pada syair Rihanah di atas menunjukkan kecerdasan emosionalnya dalam menggambarkan perasaan sedih dan kelemahan yang dirasakannya. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran detail, Rihanah berhasil mengekspresikan perasaannya dengan jujur dan terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa Rihanah memiliki kesadaran emosional yang tinggi dan mampu mengelola perasaannya dengan baik, meskipun sedang mengalami kesulitan.

        Dalam Kalimat kedua, Rihanah menunjukkan kecerdasan intelektual dan keberanian dalam mengekspresikan pandangannya tentang cinta dan pernikahan. 

        Melalui syair ini, Rihanah mengejek orang yang mencoba melamar "orang gila" dan menanyakan apa yang akan mereka lakukan jika mereka berhenti dalam kehinaan. Rihanah memiliki pemahaman yang jelas tentang nilai-nilai sosial dan moral yang penting dalam hubungan manusia, serta kemampuan untuk mengekspresikan pandangannya dengan jelas dan tegas.

Memahami Pengaruh Kekayaan dan Kekuasaan terhadap Perilaku Manusia

Rihanah mendendangkan syair di hadapan Abdullah ibn Sahal :

"Aku melihat dunia pada orang yang memilikinya
menjadi siksaan setiap kali berlimpah ruah.
Ia merendahkan dan mengecilkan orang orang yang menghormatinya,
dan menghormati semua orang yang merendahkannya,
Jika engkau tak membutuhkan sesuatu,
maka tinggalkanlah,
Ambillah sesuatu yang engkau butuhkan saja."

        Syair di atas menunjukkan kecerdasan intelektual dan keberanian Rihanah dalam mengekspresikan pandangannya tentang dunia dan kehidupan. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam, Rihanah berhasil mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan dan bagaimana manusia harus bersikap terhadapnya.

        Rihanah mengekspresikan pandangannya tentang kekayaan dan kekuasaan dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku manusia. Rihanah mengatakan bahwa orang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan seringkali merendahkan dan mengecilkan orang-orang yang menghormatinya, sementara menghormati semua orang yang merendahkannya. Rihanah memiliki pemahaman sangat jelas tentang dinamika kekuasaan dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku manusia.

        Rihanah juga menunjukkan kecerdasan intelektual dalam mengekspresikan pandangannya tentang kebutuhan manusia dan bagaimana manusia harus bersikap terhadap kebutuhan tersebut. Rihanah menyarankan agar manusia hanya mengambil apa yang mereka butuhkan dan meninggalkan yang tidak mereka butuhkan. Pemahaman Rihanah sangat jelas tentang nilai-nilai sosial dan moral yang penting dalam kehidupan manusia.

        Baca Juga : Kenali Bedanya : Flexing atau Motivator Agar Tidak Fitnah

Berani Mengakui Kesalahan dan Kelemahan

Ibrahim ibn Adham mencari Rihanah dan menemukannya sedang berguling-guling di reruntuhan bangunan sambil bersyair :

"Celakalah aku karena dosa di catatanku.
Celakalah aku jika dipanggil namaku.
Celakalah aku jika disuruh ambillah itu.
Celakalah aku jika neraka nasibku"

        Melalui syair di atas, Rihanah mengekspresikan rasa takut dan kekhawatirannya terhadap dosa dan hukuman yang mungkin ia terima di akhirat. Rihanah menyatakan bahwa ia merasa "celaka" karena dosa-dosanya dicatat dan ia takut akan dihukum. Rihanah memiliki kesadaran emosional tinggi dan mampu mengelola perasaannya dengan baik, meskipun sedang mengalami kesulitan.

        Rihanah juga menunjukkan keberanian dalam mengakui kesalahan dan kelemahannya. Dalam syair ini, Rihanah mengatakan bahwa ia merasa "celaka" jika ia dipanggil namanya atau disuruh melakukan sesuatu. Rihanah memiliki kemampuan untuk mengakui kelemahannya dan mencari cara untuk mengatasinya.

Syair-Syair Hayyunah dari Ahwazi dan Kecerdasan Spiritualnya 

Ahwazi adalah sebutan untuk orang-orang yang tinggal di wilayah Propinsi Al-Ahwaz (Ahvaz, Persia), juga dikenal sebagai Arabistan atau Khuzestan, terletak di bagian barat daya Iran. Berbatasan dengan provinsi Basra, Irak di barat, Teluk, jalur air Shat al-Arab dan pegunungan Lurestan dan Kurdistan di utara dan timur masing-masing. 

Pikiran dan Perasaan yang Terhubung dengan Nilai-nilai Spiritual

Atha ibn Israil pernah melihat hal yang sangat mengherankan dari Hayyunah. Apabila malam menjelang, Hayyunah menangis lalu terus berkata hingga waktu pagi datang :

"Sulit bagiku untuk bermaksiat.
Sebab hatiku mencintai-Mu dan organ tubuhku mengadukan nuraninya
yang selalu menghadap ke arah-Mu.
Tuhanku ! sampai kapan Kau penjarakan aku dengan para pengangguran?

        Melalui syair tersebut  Hayyunah menunjukkan kecerdasan emosionalnya dengan menyadari bahwa hatinya mencintai Tuhan dan mempunyai rasa takut akan dosa, sehingga sulit baginya untuk melakukan tindakan maksiat. Hayyunah menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengenali dan mengontrol emosinya, serta mampu memahami nilai-nilai moral dan spiritual yang penting.

        Hayyunah menyadari bahwa organ tubuhnya, termasuk otaknya, mengadukan nuraninya yang selalu menghadap ke arah Tuhan. Hayyunah memiliki kemampuan untuk memahami dan menghargai keberadaan Tuhan, serta mampu menghubungkan antara pemikiran dan perasaannya dengan nilai-nilai spiritual yang dianutnya.

        Hayyunah juga menanyakan mengapa ia harus dipenjara bersama para pengangguran. Berarti bahwa Hayyunah cerdas secara intelektual karena memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan mengajukan pertanyaan yang relevan terhadap kondisi sosial yang ada di sekitarnya.

        Dapat disimpulkan bahwa syair tersebut menunjukkan kecerdasan emosional dan intelektual yang tinggi dari Hayyunah. Ia mampu mengenali, mengontrol, dan menghubungkan antara pemikiran dan perasaannya dengan nilai-nilai spiritual yang dianutnya, serta mampu berpikir kritis terhadap kondisi sosial yang ada di sekitarnya.

Ekspresi Rasa Syukur atas Keberadaan Tuhan

Rasyid ibn Alqamah al Ahwazi juga menceritakan kelakuan Hayyunah apabila malam datang, Hayyunah mengatakan dalam doanya :

"Wahai Tuhan Yang Maha Esa !
Engkau telah memberi nikmat malam hari untuk mempelajari cara membaca.
Kemudian, akankah Engkau memutuskan hubungan-Mu denganku di siang hari?
Rabb! Aku ingin siang menjadi malam,
supaya aku dapat menikmati suasana dekat dengan-Mu"

         Syair tersebut menggambarkan kecerdasan spiritual atau kecerdasan religius dari Hayyunah yang tinggi. Ia menyadari bahwa malam hari adalah waktu yang tepat untuk mempelajari sesuatu, termasuk membaca. Ia mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan atas nikmat malam yang diberikan-Nya untuk mempelajari cara membaca.

        Hayyunah merindukan kehadiran Tuhan dan berharap agar hubungannya dengan-Nya tidak terputus di siang hari. Hayyunah memiliki kemampuan untuk mengenali dan mengontrol emosinya, serta mampu memahami nilai-nilai spiritual yang penting.

        Hayyunah mengungkapkan keinginannya agar siang menjadi malam, supaya ia dapat menikmati suasana dekat dengan Tuhan. Hayyunah mampu memahami dan menghargai keberadaan Tuhan, serta mampu menghubungkan antara pemikiran dan perasaannya dengan nilai-nilai spiritual yang dianutnya.

        Kesimpulannya, melalui syair Hayyunah mampu mengenali, mengontrol, dan menghubungkan antara pemikiran dan perasaannya dengan nilai-nilai spiritual yang dianutnya, serta mampu memahami dan menghargai keberadaan Tuhan

Keinginan Menghindari Penderitaan Berulang

Ismail ibn Abdullah menjuluki Hayyunah sebagai ahli akhirat. Pada suatu ketika dia melihat Hayyunah di pasar Haddadin sedang memperhatikan palu memukuli besi, lalu Hayyunah berlari dari pasar dan berkata :

"Duhai Raja Diraja! Aku tidak akan mengulang.
Duhai Raja Diraja! Aku tidak akan mengulang.

        Syair yang diucapkan oleh Hayyunah tersebut memiliki makna bahwa ia tidak ingin menjadi seperti besi yang dipukul-pukul, yaitu mengalami penderitaan dan kesulitan yang berulang-ulang tanpa henti. Hayyunah ingin menghindari perbuatan yang sama yang menyebabkan dirinya merasakan kesakitan dan kesulitan.

        Kecerdasan emosional dari Hayyunah yang tinggi terbentuk jelas, karena ia mampu mengenali perasaannya dan mampu mengontrolnya dengan baik dalam situasi yang sulit. Ia menyadari bahwa kehidupannya tidak boleh seperti besi yang terus dipukul-pukul, dan ia mengambil tindakan untuk menghindari penderitaan yang berulang-ulang.

        Syair dua kalimat itu juga menunjukkan kecerdasan intelektual dari Hayyunah yang tinggi, karena ia mampu memahami dan mengaitkan situasi yang terjadi di pasar dengan nilai-nilai spiritual yang dianutnya. Ia menyadari bahwa tindakan yang ia hindari dapat merugikan dirinya di dunia dan di akhirat, sehingga ia menghindarinya.

        Secara keseluruhan, syair tersebut menunjukkan kecerdasan emosional dan intelektual yang tinggi dari Hayyunah. Ia mampu mengenali dan mengontrol emosinya, serta mampu memahami dan mengaitkan situasi yang terjadi di dunia dengan nilai-nilai spiritual yang dianutnya.

Tuhan Satu-satunya Pemilik Kekuasaan

Salam al-Aswad melihat Hayyunah merasa tersakiti oleh matahari terbit yang cahayanya menimpa tubuh Hayyunah. Hayyunah berkata:

"Jika Engkau mengetahui bahwa aku mencintai-Mu,
maka singkirkanlah racun matahari dariku."

Seketika itu, langitpun berawan. Salam al-Aswad tertegun.

        Syair yang diucapkan oleh Hayyunah tersebut memiliki makna bahwa ia merasa tersakiti oleh cahaya matahari yang menimpa tubuhnya. Namun, ia menyadari bahwa cahaya matahari tersebut adalah ciptaan Tuhan yang tidak dapat ia singkirkan dengan kekuatannya sendiri. Lalu ia memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan.

        Kecerdasan spiritual dari Hayyunah yang tinggi sangat jelas. Ia menyadari bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang memiliki kekuasaan untuk mengubah keadaan, dan ia memohon dengan tulus kepada-Nya untuk menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan.

        Syair tersebut juga menunjukkan kecerdasan emosional dari Hayyunah, karena ia mampu mengenali perasaannya dan mampu mengontrolnya dengan baik dalam situasi yang sulit. Ia tidak merasa putus asa atau marah atas situasi yang dialaminya, namun ia memohon dengan tulus kepada Tuhan untuk membantunya.

       Pada akhirnya, syair tersebut menunjukkan kecerdasan spiritual dan emosional yang tinggi dari Hayyunah. Ia mampu mengenali dan mengontrol perasaannya, serta mampu memahami dan menghargai keberadaan Tuhan.

syair hayyunah

Makna Kedekatan dengan Allah Swt

Salam juga mendengar Hayyunah bersyair :

"Orang yang mencintai Allah akan akrab dengan-Nya
Orang yang akrab dengan Allah akan bahagia dengan-Nya
Orang yang bahagia dengan-Nya akan merindukan-Nya
Orang yang merindukan-Nya akan tergila-gila pada-Nya
Orang yang tergila-gila pada-Nya akan mengabdi pada-Nya
Orang yang mengabdi pada-Nya akan sampai pada-Nya
Orang yang sampai pada-Nya akan terhubung dengan-Nya
Orang yang terhubung dengan-Nya akan mengenal-Nya
Orang yang mengenal-Nya akan dekat dengan-Nya
Orang yang dekat dengan-Nya tidak akan tidur, 
karena petir-petir kesedihan akan menyambarnya bila ia tidur"

        Syair di atas menggambarkan kecerdasan emosional dan spiritual Hayyunah yang dapat mengendalikan emosinya dan mencapai kedekatan dengan Allah melalui pengabdian dan pengetahuan tentang-Nya.

        Kecerdasan emosional Hayyunah tercermin dalam baris-baris syair yang menyatakan bahwa orang yang mencintai Allah akan merindukan-Nya, tergila-gila pada-Nya, dan mengabdi pada-Nya. Hayyunah memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosinya dan menumbuhkan rasa cinta dan rindu yang kuat terhadap Allah.

        Kecerdasan spiritual Hayyunah tercermin dalam baris-baris syair yang menyatakan bahwa orang yang dekat dengan Allah akan mengenal-Nya dan tidak akan tidur karena petir-petir kesedihan akan menyambarnya bila ia tidur. Sangat jelas Hayyunah memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai spiritual dan keutamaan dalam kehidupan.

Syair Pertemuan Rihanah dan Hayyunah

Ibrahim menceritakan pertemuan Rihanah dan Hayyunah saat malam mulai gelap. Hujan turun bersama angin ribut dan Rihanah terkejut. Berbeda dengan Hayyunah yang malah tertawa lalu berkata :

"Wahai kotoran amal !
Seandainya aku mengetahui bahwa hatiku ada cinta kepada selain Tuhan,
atau rasa takut kepada selain-Nya, 
niscaya aku akan menusuknya dengan pisau."

        Syair yang diucapkan oleh Hayyunah tersebut memiliki makna bahwa ia merasa tidak takut atau khawatir terhadap apapun selain Tuhan. Ia menyadari bahwa cinta atau takut kepada selain Tuhan dapat menjadi penghalang dalam mencapai kebahagiaan dan kedamaian batin.

        Syair tersebut berhasil menunjukkan kecerdasan spiritual atau kecerdasan religius dari Hayyunah yang tinggi. Ia menyadari bahwa kebahagiaan dan kedamaian batin hanya dapat dicapai dengan mencintai Tuhan dan takut kepada-Nya. Ini alasan Hayyunah siap untuk mengorbankan apapun yang dapat menghalangi ketaatannya kepada Tuhan.

        Selain itu, syair tersebut juga menunjukkan kecerdasan emosional dari Hayyunah yang tinggi, karena ia mampu mengenali perasaannya dan mampu mengontrolnya dengan baik dalam situasi yang sulit. Ia tidak merasa takut atau khawatir terhadap situasi yang terjadi, namun ia memperlihatkan tawa dan kegembiraan, karena ia yakin bahwa ketaatannya kepada Tuhan akan membawanya pada kebahagiaan yang sejati.

        Kesimpulannya, syair tersebut menunjukkan kecerdasan spiritual dan emosional yang tinggi dari Hayyunah. Ia mampu mengenali dan mengontrol perasaannya, serta mampu memahami dan menghargai keberadaan Tuhan.

Pengertian Kecerdasan Spiritual

Pengertian Spiritual

        Spiritual adalah sebuah konsep yang berasal dari kata "spiritus" dalam bahasa Latin yang berarti bernafas atau ruh. Kata "spiritus" juga diartikan sebagai alkohol yang dimurnikan. Seiring berjalannya waktu, konsep "spiritual" mengalami perluasan makna dan diartikan sebagai sesuatu yang murni dan di luar tubuh fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter. Secara psikologis, spiritualitas dikaitkan dengan berbagai realitas alam pikiran dan perasaan yang bersifat adikodrati dan nir-bendawi.

        Para filosof mengkonotasikan “spirit” sebagai kekuatan yang menganimasi dan memberi energi, kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan inteligensi, makhluk immaterial, serta wujud ideal akal pikiran seperti intelektualitas, rasionalitas, moralitas, atau keilaihan.

        Menurut bentuknya, spirit dibagi menjadi tiga tipe, yaitu 
  • Spirit subyektif :  berkaitan dengan kesadaran, pikiran, memori, dan kehendak individu sebagai akibat pengabstraksian diri dalam relasi sosial. 
  • Spirit obyektif : berkaitan dengan konsep fundamental kebenaran baik dalam pengertian legal maupun moral. 
  • Spirit absolut : dipandang sebagai tingkatan tertinggi dari spirit, dimana spirit sebagai bagian dari nilai seni, agama, dan filsafat. 

Kecerdasan Spiritual adalah Kecerdasan Tertinggi

        Menurut Zohar dan Marshal (2007), kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan makna dan nilai dalam hidup. Kecerdasan spiritual meliputi kemampuan individu untuk menempatkan dirinya dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta kemampuan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain.

        Kecerdasan spiritual memungkinkan individu untuk memahami esensi hidup dan menemukan tujuan hidup yang lebih tinggi, sehingga mampu menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan lebih baik. Kecerdasan spiritual menjadi sangat penting dalam memperkuat kualitas hidup dan mencapai kebahagiaan yang lebih tinggi. Selain itu kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengaktifkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.

        Baca Juga : Pengobatan Spiritual dalam Islam

        Dari penjelasan Zohar dan Marshal sangat jelas bahwa kecerdasan spiritual berkaitan erat dengan pencerahan jiwa. Kecerdasan spiritual juga berarti sebagai kemampuan untuk memahami dan mengalami kehadiran yang transenden atau yang lebih besar dari diri individu. 

        Kesimpulannya, kecerdasan spiritual adalah tingkat kecerdasan tertinggi, selain karena terbentuk dari aktivasi dua bentuk kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual juga berkaitan erat dengan kesadaran untuk memaknai segala sesuatu melalui pemahaman kehadiran yang transenden atau yang lebih besar dari diri individu dan merupakan jalan untuk merasakan kebahagiaan hakiki

Menguak Misteri Kecerdasan Spiritual pada Orang dengan Pengalaman Kesehatan Jiwa (Gila)

        Terkait Rihanah dan Hayyunah sebagai Orang dengan Pengalaman Kesehatan Jiwa (OPKJ), menurut literatur kajian budaya Arab, terdapat 4 macam orang dengan gangguan pengalaman kesehatan jiwa yaitu :
  • Al-matuh : orang yang terlahir dalam kondisi ganguan kesehatan jiwa
  • Al mamrur : orang yang akal sehatnya terbakar
  • Al mamsus : orang terganggu jiwanya akibat dirasuki jin dan setan
  • Al asyiq : orang yang dibuat terganggu jiwanya oleh rasa cinta
        OPKJ seperti Rihanah dan Hayyunah mungkin mengalami kesulitan dalam beberapa aspek kehidupan, namun hal tersebut tidak menghalangi mereka untuk memiliki kecerdasan spiritual. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kesehatan mental yang intens dan sulit dapat memperkuat kecerdasan spiritual seseorang.

        Menurut Dr. Christina Puchalski, seorang ahli kecerdasan spiritual Amerika Serikat, kecerdasan spiritual dapat berkembang melalui pengalaman hidup yang sulit, seperti pengalaman kesehatan mental. Pengalaman hidup yang sulit ini dapat membantu seseorang mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang makna hidup, nilai-nilai, dan hubungan dengan sesama dan alam semesta.

        Dr Puchalski bahkan menekankan pengintegrasian peningkatan kecerdasan spiritual ke dalam perawatan kesehatan sebab dapat membantu pasien menerima situasi mereka dan mencari makna dalam hidup mereka. 

        Pada tahun 1999, Dr. Puchalski mendirikan Pusat Kecerdasan Spiritual di Sekolah Kedokteran Universitas George Washington. Tujuan pusat kecerdasan spiritual ini adalah untuk mempromosikan dan memperkuat kecerdasan spiritual di kalangan profesional kesehatan, serta memperbaiki perawatan pasien secara keseluruhan. Pusat ini telah mengembangkan program pelatihan dan pendidikan tentang kecerdasan spiritual untuk profesional kesehatan, serta melakukan penelitian tentang hubungan antara kecerdasan spiritual dan kesehatan. 

        Karya Dr. Puchalski tentang kecerdasan spiritual yang terkenal adalah buku "Making Health Care Whole: Integrating Spirituality into Patient Care" dan "Tending the Spirit: The Art of Nursing".

        Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa spiritualitas dapat menjadi sumber dukungan dan ketahanan mental bagi orang dengan pengalaman kesehatan mental. Spiritualitas dapat membantu mereka menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih dalam, mencari kedamaian batin, dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

        Jadi, tidak ada keajaiban pada  konteks ini. OPKJ dapat memiliki kecerdasan spiritual seperti halnya orang lainnya. Bahkan, pengalaman hidup yang sulit dapat memperkuat kecerdasan spiritual seseorang.

Pelajaran Berharga dari Syair-syair Rihanah dan Hayyunah

Syair-syair Kaya Makna

        Hal yang paling utama dalam setiap syair-syair Raihanah dan Hayyunah adalah eksistensi hadirnya makna afektif spiritual yang dalam. Pertautan kata dari setiap syair tak pernah lepas dari ekspresi menghadirkan Tuhan.

        Syair-syair Raihanah dan Hayyunah terbentuk dari untaian kata  yang tertata apik dalam satu kalimat lugas penuh makna, menunjukkan kecerdasan inteletual dari Raihanah dan Hayyunah. Setiap bait syairnya bukan hanya terangkai dari kata yang memberikan makna konotatif-denotatif dan asosiatif,  namun juga berhasil mengungkap makna stilistik dalam mengekspresikan realitas sosial dimana mereka berada. 

        Bahkan pada orang orang yang sehat mental pun sulit ditemukan orang yang memiliki kemampuan merangkai kata untuk menjadi sebuah syair dengan tata bahasa lugas dengan kompleksitas makna di dalamnya.

Pesan Moral-Spiritual Bernilai Tinggi

        Syair-syair Raihanah dan Hayyunah, meski tak mengutip bahasa kitab suci namun memiliki kesadaran transenden yang tinggi di atas rata rata sebagian besar orang yang mengaku beriman. Ungkapan cinta tanpa batas, keihlasan, dan kesetiaan kepada Tuhan, tak mengenal tempat dan waktu, namun tetap membumi sebab berpijak pada realitas sosial di sekitarnya. Mereka mampu menjawab jujur, lugas dan terbuka saat berinteraksi dengan orang orang melalui syair yang dia sampaikan.

        Raihanah dan Hayyunah mengatasi kesulitannya melalui kepekaan transenden yang tak pernah lepas dari keyakinan akan adanya Tuhan dan kebutuhan mutlak mereka untuk selalu bahagia jika dekat dengan Tuhan.

        Raihanah dan Hayyunah memiliki kesadaran untuk bersandar penuh atas kekuasaan Tuhan, inilah yang menjadi spirit untuk mereka bertahan dan tidak membutuhkan yang lainnya, dengan jalan ini mereka merasakan kebahagiaan sejati.

        Demikianlah kekuatan kecerdasan spiritual dalam syair-syair perempuan gila, semoga bisa menginspirasi. Bagaimana mungkin orang-orang berakal dengan tubuh yang sehat bahkan tak mampu menandingi kecerdasan spiritual orang- orang seperti Raihanah dan Hayyunah?. Karena Raihanah dan Hayyunah mendahului menemukan, dekat dan mencintai Tuhan secara tulus ikhlas. Raihanah dan Hayyunah jauh lebih bahagia dalam ketidakwarasannya sementara orang-orang waras menderita (dan selalu merasa kurang) dengan sejumlah kompetensi kecerdasannya. 

Referensi

  • Abu al-Qaim an-Naisaburi. 1987. Kebijaksanaan Orang-orang Gila. Zainul Maarif. 2017. Wali Pustaka : Jakarta.
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Abali
  • https://unpo.org/members/7857 Al-Ahwazi
  • Puchalski CM. (2001) The Role of Spirituality in Health Care, Baylor University Medical Center Proceedings, 14:4, 352-357, DOI: 10.1080/08998280.2001.11927788
  • Puchalski CM, Larson DB. (1998) Developing curricula in spirituality and medicine. Acad Med.  Sep;73(9) 970-974. doi:10.1097/00001888-199809000-00015. PMID: 9759099.
  • Zohar, Danah dan Ian Marshall terjemahan dari Rahmani Astuti dkk. 2007.Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan
A mom of "Triple-A", enthusiastic for sharing knowledge, feeling, and a passion to create in the Dark Side Office

2 comments

  1. suka banget sama artikelnya, sangat filsuf
  2. Terimakasih sudah mampir.. aku terkesan dengan nickmu maknanya menginfeksi pikiranku menuju ruang metafisik
Silahkan tambahkan komentar sesuai dengan topik, komentar yang disertai link akan dihapus.Terimakasih
Post a Comment
© Fatshaf Moonlight. All rights reserved. Developed by Jago Desain