Pengertian Dan Dimensi Pendidikan IPA
IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Dalam kurikulum pendidikan dasar terdahulu (1994) dijelaskan pengertian IPA (sains) sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahun, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Sedangkan dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta.Menurut Hendro dan Jenny (1993:3) ucapan Einstein: Science is the atempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought, mempertegas bahwa IPA merupakan suatu ben-tuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu, yang dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah.
Untuk membahas hakikat IPA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana dikemukakan oleh Hardy & Fleer (1996:15-16) sehingga memungkinkan para guru memahami IPA dalam perspektif yang lebih luas. Menurut mereka, sekurang-kurangnya ada 7 ruang lingkup pemahaman IPA sebagaimana berikut:a. IPA sebagai kumpulan pengetahuan
IPA sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep IPA yang sangat luas. IPA dipertimbangakan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.b. IPA sebagai suatu proses penelusuran (investigation)
c. IPA sebagai kumpulan nilai
d. IPA sebagai cara untuk mengenal dunia
e. IPA sebagai institusi sosial
f. IPA sebagai hasil konstruksi manusia
g. IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
Dimensi Pendidikan IPA
Dimensi produk IPA
Dimensi produk IPA meliputi konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori di dalam IPA yang merupakan ha-sil rekaan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam bersama den-gan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Produk IPA (konsep, prinsip, hokum dan teori) tidak diperoleh berdasarkan fakta semata, melainkan berdasarkan data yang telah teruji melalui serangkaian eksperimen dan penyelidikan.Fakta adalah fenomena alam yang berhasil diobservasi tetapi masih me-mungkinkan adanya perbedaan persepsi di antara pengamat (pelaku observasi). Fakta yang dipersepsi sama oleh setiap observer disebut data. Bertumpu pada se-kumpulan data yang sahih itulah suatu fenomena alam diabstraksikan ke dalam bentuk konsep.
Secara sederhana ada tiga jenis konsep: konsep teramati, konsep terdefinisi, dan konsep menyatakan hubungan. Kursi dan ruang kelas adalah con-toh konsep teramati. Kita dapat memahaminya semata-mata dengan menyaksikan bentuk konkritnya, dan bukan mendefinisikannya. Energi, medan, suhu adalah contoh konsep terdefinisi. Sedangkan rumus-rumus dan kalimat matematika adalah contoh konsep menyatakan hubungan. Carin & Sund (1989:4) mengajukan tiga kriteria bagi suatu produk IPA yang benar.
Ketiga kriteria tersebut adalah: (1) mampu menjelaskan fenomena yang telah diamati atau telah terjadi; (2) mampu memprediksi peristiwa yang akan terjadi; (3) mampu diuji dengan eksperimen sejenis.
Dimensi Proses IPA
Dimensi proses IPA yaitu metode memperoleh pengetahuan, yang disebut dengan metode ilmiah. Metode ini dalam IPA sekarang merupakan gabungan antara metode induksi dan metode deduksi. Metode gabungan ini merupakan kegiatan beranting antara deduksi dan induksi, dimana seorang peneliti mula-mula menggunakan metode induksi dalam menguhubungkan pengamatan dengan hipotesis.Kemudian, secara deduksi hipotesis ini dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah melewati berbagai perubahan yang dinilai perlu, hipotesis ini kemudian diuji melalui serangkaian data yang dikumpulkan secara empiris. Metode ilmiah dalam proses IPA memiliki kerangka dasar prosedur yang dapat dijabarkan dalam enam langkah: (1) sadar akan adanya masalah dan merumusan masalah; (2) pengamatan dan pengumpulan data yang relevan; (3) pengklasifikasian data; (4) perumusan hipotesis; (5) pengujian hipotesis; dan (6) melakukan generalisasi.
Pada tahap-tahap tersebut terdapat aktivitas-aktivitas yang secara umum biasa dilakukan oleh para peneliti, yang dikenal dengan keterampilan proses, yaitu: melakukan observasi, mengukur, memprediksi, mengklasifikasi, membandingkan, menyimpulkan, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan mengkomu-nikasikan hasil penelitian. Dalam pengajaran IPA, aspek proses ini muncul dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Ada tidaknya aspek proses ini sangat bergantung pada guru.Dimensi sikap ilmiah
adalah berbagai keyakinan, opini dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar. Pertama, seperangkat sikap yang bila diikuti akan membantu proses pemecahan masalah; dan kedua, seperangkat sikap tertentu yang merupakan cara memandang dunia serta berguna bagi pengembangan karir di masa yang akan datang (T. Sarkim, 1998:134).Termasuk ke dalam kelompok pertama, antara lain adalah:
a. kesadaran akan perlunya bukti ketika mengemukakan suatu pernyataan;b. kemauan untuk mempertimbangkan interpretasi/pandangan lain;
c. kemauan melakukan eksperimen atau kegiatan pengujian lainnya secara berhati-hati; dan
d. menyadari adanya keterbatasan dalam penemuan keilmuan.
Sedangkan sikap-sikap yang termasuk kelompok kedua adalah:
a. rasa ingin tahu terhadap dunia fisik/biologis dan cara kerjanya;b. pengakuan bahwa IPA dapat membantu pemecahan masalah-masalah individual dan global;
c. memiliki rasa antusias untuk menguasi pengetahuan dan metode ilmiah;
d. pengakuan pentingnya pemahaman keilmuan dalam masa kini;
e. mengakui IPA merupakan hasil dan kebutuhan aktivitas manusia;
Wynne Harlen (1987) dalam Teaching and Learning Premary Science menjelaskan sembilan sikap ilmiah yang harus dikembangkan sejak dini pada siswa sekolah dasar. Pengembangan sikap ilmiah ini bukan melalui ceramah melainkan dengan memunculkannya ketika siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah.
Kesembilan sikap tersebut adalah: a. sikap ingin tahu (curiousity)
b. sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)c. sikap kerja sama (cooperation)
d. sikap tidak putus asa (perseverance)
e. sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness)
f. sikap mawas diri (self critism)
g. sikap bertanggung jawab (responsibility)
h. sikap berpikir bebas (independence in thinking)
i. sikap kedisiplinan diri (self discipline)
Dari keseluruhan uraian tentang hakikat IPA di atas, kiranya cukup jelas bahwa pendidikan IPA bukan sekedar berisi rumus-rumus dan teori-teori melainkan suatu proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan konsep-konsep ilmiah tentang alam semesta.